MENYONTEK.... BUDAYAKAH ????

Sebenarnya menyontek adalah suatu hal yang mungkin sudah sangat sering atau setidaknya pasti pernah dilakukan oleh orang-orang yang sempat menginjak bangku sekolah dan mengikuti paling tidak satu ujian saja. Dan sudah sangat tidak awam lagi di telinga kita kata ‘nyontek’ atau bahkan pada era globalisasi ini sering juga diperindah dengan kata ‘cheating’ walau sebenarnya adalah bahasa asing dari kata menyontek itu sendiri. Mendengarnya mungkin orang bisa langsung berpikiran negatif mengenai kegiatan yang satu ini, tentu saja menyontek merupakan kegiatan kecil yang dilakukan saat tidak bisa melakukan apa-apa lagi terhadap suatu masalah yang berujung dengan melihat atau bisa jadi mencuri ide/pikiran orang lain, bisa dibilang menyontek adalah contoh sederhana dari kejahatan besar seperti menjimplak karya orang yang berarti mencuri. Well, mungkin tidak sekejam itu namun pada kenyataannya kegiatan yang sering dikaitkan dengan ujian atau pelajar ini memiliki arti yang sama dengan semacam penjimplakan. Biasanya dari para pelaku yang pernah menyontek saat ujian mengaku ia tidak bisa menjawab soal sehingga berakhir dengan melirik jawaban teman baik diketahui bahkan yang tidak diketahui sama sekali.

Nah, kenapa saya tiba-tiba tertarik dengan topik menyontek ini? Bukankah menyontek ini sudah kegiatan yang sangat wajar di kalangan pelajar? Terlebih lagi saya masih berstatus mahasiswa dan tidak dipungkiri pernah melakukan yang namanya ‘nyontek’.  Kebiasaan masyarakat Indonesia sering kali menyebut bahwa nyontek sudah seperti budaya, dimana sudah mendarah daging dan tidak bisa dihilangkan, sehingga ketika seorang pelajar berhadapan dengan sebuah ujian pelajaran susah yang tidak ia sukai maka ia akan dengan gampang memilih menyontek sebagai jalan keluar pertama. Di sinilah letak pemikiran saya, apa benar nyontek itu merupakan budaya?

Pengalaman saya pribadi sebagai seorang siswa semasa SMA juga membuat mata saya dan pemikiran saya lebih terbuka, ingat saja pada masa-masa Ujian Nasional. Siswa-siswi hampir gila dibuatnya, gelisah akan tidak lulus dan menyebabkan bahkan ada sebagian dari teman saya menjadi takut jika mengingat UN dan apa jadinya? Ujung-ujungnya nyontek menjadi pilihan, beberapa pelajar cemerlang bahkan ditunjuk untuk menjadi semacam guru kunci untuk menyebar jawaban. Dengan demikian siswa yang berpemikiran ia tidak bisa lulus UN akan menjadi lebih tenang dan rileks dengan iming-iming tersebut, pertanyaan selanjutnya timbul. Apakah nyontek bisa disebut penyelamat yang jitu saat ujian? Hmm, ini sulit. Mengingat resiko ketahuan sangatlah besar, dan dalam kasus UN yang saya ceritakan itu maka mungkin bisa dilihat betapa percayanya siswa tadi dengan teman yang ia tunjuk sebagai penolong. Nah, mungkin saja ia bisa sedikit lega namun tanpa ia sadari ia sendiri menjadi malas untuk belajar karena sudah menganggap ada orang yang bisa men-cover nilainya.

Sejatinya menyontek adalah dilarang, sering sekali kalimat seperti: “Kerjakan masing-masing.”, “Jangan lirik kanan-kiri.”, “Kerjakan sesuai kemampuan saja.” Dan bahkan yang secara gamblang melarang dengan tegas untuk tidak menyontek saat akan melakukan suatu ujian atau tes. Dan mengapa menyontek mash dan terus saja dilakukan? Apakah iya menyontek sudah seperti budaya? Dalam kasus lain juga ada yang sengaja membuat catatan kecil untuk penolong saat ujian.

Menyontek jelas saja bukan budaya, menyontek hanyalah kebiasaan yang sebenarnya mudah untuk ditinggalkan jika saja dari diri kita masing-masing ditanamkan prinsip yang kuat untuk tidak berlaku curang. Nah, jika diri kita sudah tidak memiliki rasa percaya akan diri sendiri maka menyontek bisa menjadi suatu kebiasaan yang lumrah seolah-olah menjadi budaya.

Di sinilah kepercayaan diri kita diperlukan, terkadang pemikiran yang terlalu takut dalam ujian membuat gelisah tidak menentu sehingga menyontek menjadi ide pertama yang muncul. Tak jarang, saat ujian itu berlangsung seorang siswa yang sebenarnya sudah sangat paham dengan materi ujian namun tidak yakin dengan dirinya maka disanalah menyontek menjadi godaan yang teramat sangat susah untuk dilawan. Sehingga pada dasarnya diri pribadilah yang mengajarkan menyontek sebagai budaya, oleh karena itu perlu diadakan sedikit perubahan pola pikir dari pribadi masing-masing.

OKEH ANAK OKEH REZEKI

OKEH ANAK OKEH REZEKI

Jargon banyak anak banyak rezeki kayaknya saat ini tidak populer. Masyarakat seolah mendapatkan pengalaman-pengalaman yang tidak mengenakkan sehubungan dengan jumlah anak yang banyak  Naiknya kebutuhan sehari-hari, kebutuhan sekolah anak, tawuran pelajar, genk motor, narkoba, sek bebas yang banyak dilakukan oleh generasi seusia anak,menyebabkan jargon di atas tidak laku dan mungkin telah berganti menjadi Banyak Anak Banyak Masalah.

Dan muncullah sekarang ini banyak keluarga dengan komposisi minimalis. Suami -istri dan satu anak atau paling banyak dua anak.  Latar belakangnya macam-macam. Kesempitan rezeki adalah merupakan alasan utama penyebab munculnya keluarga minimalis.  Bagi keluarga mampu ada lagi penyebabnya yaitu tidak mau direpotin urusan anak. Mereka yang rata-rata  suami istri bekerja tidak ingin kariernya  terganggu dengan kehadiran anak.
seperti kata Ibuk Mariati ( tetangga samping rumah) :Lek Ndue Anak ojo akeh-akeh, mengko ora iso nginggoni...ora iso mbiayai sekolah dll.
Itulah yang sering kita dengar. Dan itulah yang menjadi keyakinan kita. Belum juga anak kita lahir, hati dan pikiran kita sudah sepakat bahwa anak kita nanti bakalan sedikit rizkinya, bakalan tidak bisa mendapatkan pendidikan yang layak. Pokoknya bakalan susah hidupnya. Jadi mendingan anak kita nggak usah lahir di dunia dengan membunuhnya dalam angan dan rencana kita.
Berbeda dengan Ibu Mariati, Pak Gufron(seorang ustad) beliau menjelaskan bahwa Allah dengan tegas telah menjamin rezeki  setiap makhluk hidupnya. Kalau kita yakin dengan jaminan Allah tersebut, maka setiap anak kita pasti sudah dialokasikan rezekinya . Tidak mungkin Allah menghendaki anak kita lahir tapi lupa atau kehabisan rezeki untuk anak kita. Alangkah naifnya kita ini yang sering mengerdilkan ke-Maha Kuasa-an Allah atas rezeki makhluk-makhluknya.

Mungkin yang perlu kita benahi adalah pola pikir kita. Bukan takut anak kita tidak mendapatkan rezeki namun kita khawatir tidak bisa mengemban amanah berupa anak yang banyak.  Jadi persoalannya adalah pada diri kita, bukan pada ke-Maha Kuasa-an Allah.  Kelihatannya sederhana tapi ini penting dalam rangka menjaga keimanan dan pemahaman kita terhadap ke-Maha Kuasa-an Tuhan kita.  Dalam teori yang kita pelajari, kita berTuhan kepada Dzat Yang Maha Segalanya. Jangan sampai dalam implementasinya ke-Maha Segala- anNYA itu kita preteli satu per satu. Allah itu seperti persangkaan hambaNYA. Kalau kita menyangka Allah itu miskin dan tidak kuasa memberikan rezeki pada anak kita, inya Allah, kita akan benar-benar kesulitan memberikan makan kepada anak-anak kita. Wallahu’alam.









COURAGE COME from FEAR ( keberanian keluar dari rasa takut )



FILM " THE CROODS"


The Croods berkisah tentang sebuah keluarga pra-sejarah yang hidup pada era sebelum ditemukannya api. Keluarga yang terdiri dari; ayah (Grug), ibu (Ugga), tiga orang anak (Thunk, Eap dan Sandy) tinggal bersama nenek yang merupakan orang tua sang ibu (Gran).  Eap adalah gadis yang menolak petuah sang ayah untuk menghabiskan sebagian besar waktunya di dalam gua yang diyakini sang ayah menjamin keamanan seluruh keluarga dari serangan binatang buas, dan bahaya lain yang mengancam. Eap merasa terkekang dengan peraturan yang dibuat sang ayah. Kenyataan bahwa keluarga yang dipimpin Grug telah menjadi satu-satunya keluarga yang bertahan hidup di wilayah tersebut menyebabkan Grug tak mampu memahami keinginan Eap. Hingga pada suatu hari, Eap bertekad untuk keluar dari gua tempat tinggalnya di malam hari demi mengejar secercah cahaya yang menyusup ke guanya. Pertemuan Eap dengan Guy, anak lelaki yang mengenalkannya pada api, membuatnya mengerti bahwa tempatnya tinggal tak lama lagi akan hancur. Mereka harus menemukan tempat tinggal yang baru. Petualangan seru keluarga Eap dimulai saat Grug menemukan kenyataan bahwa gua tempat tinggalnya selama ini runtuh dan memaksanya mencari tempat tinggal yang baru.

Latar belakang pra-sejarah dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi lebih ‘berwarna’. Hewan pra-sejarah yang selama ini lebih banyak digambarkan sebagai pengembangan bentuk reptil yang didominasi warna coklat kelabu, di film ini dibentuk ulang dengan kombinasi warna yang lebih menarik seperti burung pemakan daging yang berwarna merah cerah, burung unta dan telurnya yang berwarna seperti pelangi, kucing purba bergigi taring besar dan mencuat pun berwarna mirip pelangi dan masih banyak lagi. Untuk saya dan anak-anak yang menghendaki tontonan yang menghibur, campuran warna tersebut mengurangi kebosanan karena toh cerita ini fantasi. Meski saya kemudian tidak benar-benar yakin apakah kisah fantasi memiliki batasan tertentu sehubungan dengan setting waktu dan tempat yang dipakai. Maksud saya, seberapa banyak khayalan memiliki hak untuk dibaurkan begitu saja ke dalam cerita demi tujuan menghibur.
Humor yang disajikan harus diakui berhasil menjadi daya tarik tersendiri film ini. Ketangguhan keluarga Grug mencari makan di awal cerita menjadi sajian pembuka yang sangat menarik. Belum lagi bila berbicara tentang humor di dalam dialog-dialognya. Grug yang selalu menghitung jumlah anggota keluarganya untuk memastikan bahwa mereka aman selalu ditutup dengan rasa penyesalan saat menyadari bahwa Gran (mertuanya yang cerewet) ternyata masih hidup sebagaimana anggota keluarga yang lain.

Beberapa hal yang terasa kurang mengena yaitu kucing purba ganas yang sejak awal cerita memburu keluarga Croods tiba-tiba menjadi jinak di saat Grug terkurung di dalam gua dan tak punya jalan keluar dari kejaran hewan tersebut. Kemudian tanah baru yang disebut di dalam cerita sebagai ‘masa depan’ ternyata adalah sebuah tujuan yang secara lokasi terkesan absurd karena tanah tersebut didapatkan begitu saja saat mereka berlari menghindari retakan bumi ke arah matahari. Tidak ada keterkaitan yang jelas antara keyakinan Guy akan sebuah masa depan baru dengan tanah yang ditemukan di akhir cerita.
Kegigihan Eap menentang keyakinan sang ayah mengingatkan saya pada tokoh Merida dalam film Brave produksi Pixar Animation Studio yang memperjuangkan keinginannya yang berlawanan dengan sang ibu. Bedanya, Merinda dibantu oleh kekuatan magis sedangkan Eap dibantu oleh seorang pria bernama Guy dan hewan peliharaannya semacam musang yang bernama Belt.

Guy dan Belt mungkin dimaksudkan untuk memberikan analogi singkat tentang peradaban masa kini yang mengajak Grug dan keluarganya untuk keluar dari kebiasaan lamanya berlindung di balik guanya yang gelap dan melepaskan diri dari ‘fear’ (rasa takut).

Tahap-tahap Pembuatan Feature Radio

Tahap-tahap Pembuatan Feature Radio

1. Tentukan tema. 
Semua masalah bisa diangkat menjadi feature radio. Mulai dari masalah sosial, personal, politik, ekonomi, budaya dll. Tidak ada batasan tema apa yang bisa atau tidak bisa dijadikan bahan feature. Yang penting, bisa disajikan dengan sangat menarik!

2. Tentukan sudut pandang (angle).
Sebuah tema bisa diulas dari 1001 macam sudut pandang. Kreativitas pembuatan feature berawal dari pemilihan tema dan penentuan sudut pandang.

3. Pastikan data-data pendukung bisa dikumpulkan (riset).
Riset ini menjadi salah satu kunci keberhasilan sebuah liputan. Apalagi feature yang berdurasi lebih panjang dibanding program informasi lainnya. Di negara maju, radio-radio menampilkan feature berdurasi rata-rata 30 menit sampai 60 menit. Di Indonesia, sebagian besar baru mampu membuat feature dengan durasi 5 – 10 menit saja.

4. Tentukan narasumber dan waktu wawancara.
Pastikan narasumber adalah sumbe utama dalam tema ini bukan narasumber kedua atau malah hanya pengamat saja (narasumber ketiga). Narasumber akan berpengaruh terhadap bobot feature Anda.

5. Siapkan daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada narasumber.
 Jangan pernah sekali-sekali sombong dengan tidak menyiapkan daftar pertanyaan.

6. Pilih suara-suara atau bunyi atau musik yang akan dijadikan pelengkap feature.
Tentukan sejak awal, bahkan sebelum naskah dibuat.

7. Pastikan suara/bunyi dan musik tersebut dapat diperoleh.
Jangan pernah mencampuradukan suara/bunyi yang dibuat-buat seolah asli dari narasumber/peristiwa. Misalnya kejadian bom Bali, Anda memilih bunyi bom yang mudah dicari di internet atau dari film. Bila suara bom itu yang Anda pilih tanpa memberitahu pendengar bahwa suara itu bukan suara bom Bali, maka Anda telah membohongi publik. Demikian pula pemilihan musik latar feature tersebut, tidak boleh sembarangan.

8. Kumpulkan seluruh bahan-bahan selengkap mungkin.

9. Buatlah naskah berdasarkan tema, sudut pandang, hasil riset, hasil wawancara dan suara/bunyi pendukung.
Kadang ada juga yang sudah membuat naskah (draft/naskah kasar) terlebih dahulu.

10. Pilih insert (potongan suara narasumber).
Pastikan insert yang terpilih adalah yang terbaik (patokannya: penting atau sangat menarik).

11. Panjang insert harus dibatasi.
Patokannya: begitu kuping merasa bosan mendengar suara insert itu, segera potong. Biasanya paling panjang 1 menit. Rata-rata 30 detik saja.
12. Bacalah keras-keras naskah yang sudah dibuat.
Jangan pernah merasa naskah Anda sudah sempurna. Pasti akan ada revisi dan perbaikan. Dibaca keras berfungsi sebagai: 1. Editing buat telinga karena begitu telinga mengatakan tidak enak didengar berarti naskah itu harus diganti. 2. Sharing kepada orang disekitar Anda, yang diharapkan akan memberikan feedback kalau naskah Anda keliru.

13. Rekam suara (voice over).
 Pilih suara yang cocok untuk feature tersebut. Tidak semua narator cocok untuk feature dengan tema tertentu (misalnya tema yang bersifat sedih, gembira atau sinis).

14. Gabungkan (miksing) vo dengan insert dan suara pendukung.

15. Berkreasilah! Manjakan telinga pendengar Anda dengan feature tersebut.
Seorang yang bersifat perfeksionis pasti akan lama memiksing sebuah karya feature radio. Seperti melukis, membuat feature radio juga membutuhkan pengerahan daya dan upaya yang kreatif. Tapi ingat, setiap feature radio selalu dibatasi oleh durasi dan deadline!

sumber  http://dodimawardi.wordpress.com

Tugas Jurnalistik On Line



DAMPAK DIFUSI INOVASI KOMUNIKASI
TERHADAP KESEHATAN


Makalah ini disusun guna memenuhi
Tugas Mata Kuliah Jurnalistik On Line

Dosen Pengampu :  MERRY FRIDHA T.S Sos. Msi



 






Disusun oleh :
AHMAD ARDIANZAH
(11105540018)


PRODI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM BALITAR
B L I T A R
2 0 1 2






KATA PENGANTAR
Alhamdullillahhirobil  a’lamin, segalah puji kita panjatkan kehadirat Allah SWT  atas segalah rahmat dan hidayahnya tercurahkan kepada kita yang tak terhingga ini,  sholawat serta salam kita panjatkan kepada junjungan Nabi besar kita Muhammad SAW dan keluarganya, sahabatnya, beserta pengikutnya sampai akhir zaman amin ya robal alamin.
Karena anugerah dan bimbingan-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang merupakan salah satu tugas dari mata kuliah DIFUSI INOVASI KOMUNIKASI KESEHATAN tepat waktu. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini banyak sekali terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kami khususnya dan kepada para pembaca umumnya.
Blitar,Desember 2012
Penyusun





DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................         
KATA PENGANTAR .....................................................................................         i
DAFTAR ISI ..................................................................................................        ii
BAB I        PENDAHULUAN .......................................................................        1
                   1.1  Latar Belakang .......................................................................        1
                   1.2  Rumusan Masalah ..................................................................        1
                   1.3  Tujuan ....................................................................................        1
                   1.4  Metode dan procedure............................................................        1
BAB II      PEMBAHASAN ..........................................................................        2
                   2.1  Sejarah Perkembangan Difusi Inovasi Inovasi ......................        2
                   2.2  Tokoh Pemikir dan Buah Pikirannya......................................        3
                   2.3  Tiga Unsur Difusi Inovasi Komunikasi Kesehatan.................        3
                   2.4  Dampak Difusi Inovasi Komunikasi Di Bidang Kesehatan...        6
BAB III  PENUTUP .......................................................................................      13
                   3.1 Kesimpulan .............................................................................      13
                   3.2  Saran ......................................................................................      14
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................      17









BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Dari saat kita menyalakan radio untuk mendengar berita pagi sampai kita mematikan televisi di malam hari, kita dibombardir oleh pesan tentang obat baru, makanan, rezim latihan, program pemerintah, dan efek lain yang diduga akan membuat hidup kita sehat dan lebih menyenangkan. Tetapi kenyataannya berbeda dan hype. Memahami inovasi dan difusi mereka sekarang lebih penting daripada sebelumnya, karena penyebaran teknologi komunikasi dan globalisasi ekonomi dunia, inovasi akan menyebar lebih cepat daripada di masa lalu.


1.2  Rumusan masalah
1.      Bagaimana Sejarah awal Perkembangan Difusi Inovasi ?     
2.      Siapakah Tokoh – Tokoh Yang Berperan Dalam Perkembangan Difusi Inovasi?
3.      Apa sajakah Unsur- Unsur Yang Mempengaruhi Difusi Inovasi Komunikasi Kesehatan ?
4.      Apa yang dimaksud dengan interaksi simbolik pada diri ?
5.      Apa sajakah Dampak Difusi Inovasi Komunikasi Terhadap Kesehatan ?
1.3  Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas Mata kuliah Jurnalistik Online,  serta untuk wawasan dan ilmu Penulis tentang Dampak Difusi Inovasi Komunikasi Terhadap Kesehatan.
1.4  Metode dan procedure
1.      Metode yang digunakan penulis dalam penyusunan makalah ini yaitu dengan mengumpulkan informasi dari berbagai buku dan penujang informasi lainya.
2.      makalah dibuat menggunakan huruf times new roman, font 12, dan spasi 1,5


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Awal Perkembangan Difusi Inovasi Komunikasi
Difusi Inovasi adalah teori tentang bagaimana sebuah ide dan teknologi baru tersebar dalam sebuah kebudayaan. Teori ini dipopulerkan oleh Everett Rogers pada tahun 1964 melalui bukunya yang berjudul Diffusion of Innovations. Ia mendefinisikan difusi sebagai proses dimana sebuah inovasi dikomunikasikan melalui berbagai saluran dan jangka waktu tertentu dalam sebuah sistem sosial.
Inovasi merupakan ide, praktik, atau objek yang dianggap baru oleh manusia atau unit adopsi lainnya. Teori ini meyakini bahwa sebuah inovasi terdifusi ke seluruh masyarakat dalam pola yang bisa diprediksi. Beberapa kelompok orang akan mengadopsi sebuah inovasi segera setelah mereka mendengar inovasi tersebut. Sedangkan beberapa kelompok masyarakat lainnya membutuhkan waktu lama untuk kemudian mengadopsi inovasi tersebut. Ketika sebuah inovasi banyak diadopsi oleh sejumlah orang, hal itu dikatakan exploded atau meledak.
Difusi inovasi sebenarnya didasarkan atas teori pada abad ke 19 dari seorang ilmuwan Perancis, Gabriel Tarde. Dalam bukunya yang berjudul “The Laws of Imitation” (1930), Tarde mengemukakan teori kurva S dari adopsi inovasi, dan pentingnya komunikasi interpersonal. Tarde juga memperkenalkan gagasan mengenai opinion leadership , yakni ide yang menjadi penting di antara para peneliti efek media beberapa dekade kemudian. Tarde melihat bahwa beberapa orang dalam komunitas tertentu merupakan orang yang memiliki ketertarikan lebih terhadap ide baru, dan dan hal-hal teranyar, sehingga mereka lebih berpengetahuan dibanding yang lainnya. Orang-orang ini dinilai bisa memengaruhi komunitasnya untuk mengadopsi sebuah inovasi.
2.2 Tokoh Pemikir dan Buah Pikirannya
Pertama kali teori difusi inovasi di perkenalkan oleh seorang sosiolog Perancis, Gabriel Tarde (1930), memperkenalkan Kurva Difusi berbentuk S (S-shaped Diffusion Curve). Kurva ini pada dasarnya menggambarkan bagaimana suatu inovasi diadopsi seseorang atau sekolompok orang dilihat dari dimensi waktu. Pada kurva ini ada dua sumbu dimana sumbu yang satu menggambarkan tingkat adopsi dan sumbu yang lainnya menggambarkan dimensi waktu. Pemikiran Tarde menjadi penting karena secara sederhana bisa menggambarkan kecenderungan yang terkait dengan proses difusi inovasi. Rogers (1983) mengatakan, Tarde’s S-shaped diffusion curve is of current importance because “most innovations have an S-shaped rate of adoption”. Dan sejak saat itu tingkat adopsi atau tingkat difusi menjadi fokus kajian penting dalam penelitian-penelitian sosiologi.
Pada tahun 1940, dua orang sosiolog, Bryce Ryan dan Neal Gross, mempublikasikan hasil penelitian difusi tentang jagung hibrida pada para petani di Iowa, Amerika Serikat. Hasil penelitian ini memperbarui sekaligus menegaskan tentang difusi inovasimodel kurva S. Salah satu kesimpulan penelitian Ryan dan Gross menyatakan bahwa “The rate of adoption of the agricultural innovation followed an S-shaped normal curve when plotted on a cumulative basis over time.” Perkembangan berikutnya dari teori Difusi Inovasi terjadi pada tahun 1960, di mana studi atau penelitian difusi mulai dikaitkan dengan berbagai topik yang lebih kontemporer, seperti dengan bidang pemasaran, budaya, dan sebagainya. Di sinilah muncul tokoh-tokoh teori Difusi Inovasi seperti Everett M. Rogers dengan karya besarnya Diffusion of Innovation (1961); F. Floyd Shoemaker yang bersama Rogers menulis Communication of Innovation: A Cross Cultural Approach (1971) sampai Lawrence A. Brown yang menulis Innovation Diffusion: A New Perpective (1981).

2.3 Tiga Unsur Difusi Inovasi Komunikasi Kesehatan
1.      Atribut Inovasi
Setiap ide baru memiliki sifat yang membuatnya lebih mudah atau lebih sulit untuk menyebar dan mempertahankan. Orang-orang lebih memilih untuk memakai jasa alternative, seperti Kiyai, Dukun / paranormal sebagai  solusi teknis daripada mengubah perilaku mereka. Seperti mengkonsumsi sebuah pil yang menjanjikan penurunan berat badan dalam 3 minggu memiliki daya tarik lebih dari pada sebuah program perubahan bertahap dengan pengaturan pola makan / diet dan olahraga. Tapi banyak efek samping yang berujung pada kematian, seperti yang dialami bintang atlet yang mencoba untuk mengendalikan berat badan atau meningkatkan menunjukkan kinerja, kita perlu tahu lebih banyak tentang implikasi dari inovasi bagi masyarakat secara keseluruhan, untuk segmen tertentu dari masyarakat, pemerintah, dan untuk bisnis.
Saya tidak menyarankan untuk  menentang pemakaian obat ajaib  yang serba instan. Akan Tetapi  perlu kita ketahui bahwa efek samping  dari inovasi dengan cara yang instan dengan memakai campuran- campuran berbahaya sangat beresiko bagi tubuh kita.   
2.      Konteks Lingkungan
Inovasi yang sukses di beberapa tempat dan waktu dan kegagalan orang lain. Kita perlu tahu lebih banyak tentang difusi spasial dan temporal masyarakat yang utama kesehatan mempengaruhi inovasi karena informasi yang akan memberitahu kita bagaimana inovator berurusan dengan keragaman norma, nilai-nilai, hukum, agama, ideologi, dan isu-isu politik yang dapat mempengaruhi adopsi dan prognosis jangka panjang dari inovasi yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat.
3.      Karakteristik Innovator
Kemampuan pemasaran inovator, apakah mereka bekerja untuk pemerintah, bisnis, atau tidak untuk keuntungan, tampaknya tumbuh secara eksponensial, tentu jauh lebih cepat daripada kemampuan kita untuk menilai dan memantau dampak dari inovasi. Pemasaran komersial alkohol, sarapan sereal, obat-obatan, peralatan olahraga, mode makanan, bentuk-bentuk baru berbagai perjudian, dan inovasi lainnya adalah tantangan yang menakutkan bagi kita semua. Sementara itu, praktisi kesehatan masyarakat berusaha untuk mengembangkan dan memasarkan program-program bersifat memperbaiki dan alat biasanya menghadapi jalan yang jauh lebih sulit yang mengharuskan mereka untuk pergi melalui hukum, rintangan politik, ekonomi, dan lainnya untuk mengidentifikasi cara-cara yang tepat untuk membentuk inovasi mereka ke hukum, sosial, dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi pemerintah dan tidak untuk profit berbasis inovasi.
4.      Dampak Difusi Inovasi Komunikasi Terhadap Kesehatan
Dalam masalah ini, Banyak berbagai tokoh  meneliti larangan alkohol sebagai sebuah inovasi, membawa kita melalui konteks moral waktu dan menilai inovator. Penulis menyimpulkan bahwa itu adalah sebuah kesalahan untuk berasumsi bahwa larangan adalah inovasi gagal. Gardner dan Brandt memeriksa penggunaan industri tembakau sangat sukses karena dipromosikan oleh dokter. Mereka menilai mengapa inovasi ini bekerja dan bagaimana perusahaan-perusahaan tembakau diakui bahwa pemasaran rokok melalui dokter tidak lagi dipercaya. Mencari setengah abad kemudian, Lewis dan Wackowski menggambarkan salah satu inovasi industri tembakau terbaru, menggunakan rokok rasa untuk pemuda target. Kedua artikel tembakau yang disertai dengan foto-foto yang menunjukkan upaya industri tembakau untuk tetap di depan para praktisi kesehatan masyarakat dalam perjuangan penting untuk menarik atau mencegah pengguna tembakau baru.

Beberapa inovasi menyebar relatif cepat, yang lainnya jauh lebih lambat atau gagal untuk meredakan. Des Jarlais  membandingkan difusi program untuk mengurangi penggunaan obat-obatan terlarang dengan difusi jauh lebih lambat dari pertukaran jarum. Para penulis mengamati bahwa program tersebut menyebar dengan cepat, meskipun kurangnya bukti kuat cirri khasnya, sedangkan program pertukaran jarum belum, meskipun dukungan ilmiah yang kuat untuk efektivitas mereka. Artikel ini menyoroti lingkungan sosial dan politik penting yang bingkai inovasi dan mempengaruhi difusi mereka. Pengasuhan berkelanjutan Pendekatan Strategis sangat penting, terutama di lingkungan di mana program-program seperti ini tidak memiliki sejarah dan tidak ada kerangka kerja organisasi untuk jangkar mereka.

Dannenberg melaporkan hasil dari konferensi yang bertujuan untuk meningkatkan dan penilaian dampak kesehatan menyebarkan sebagai alat untuk perencanaan kesehatan setempat. Para penulis menyarankan evaluasi metode, studi percontohan, database dampak kesehatan, pelatihan praktisi, dan langkah-langkah lain yang akan menghasilkan proses penilaian dampak kesehatan yang lebih efektif. Garland menilai peran vitamin D dalam pencegahan kanker. Mereka mencatat bahwa bukti-bukti menunjukkan efek positif pada menurunkan risiko kanker, tetapi mereka juga mengakui beberapa bukti sebaliknya yang tidak diragukan memiliki terbelakang penerimaan vitamin untuk pencegahan kanker. Garland dan rekan menggarisbawahi ketidakpastian yang melekat pada ratusan klaim tentang obat lama dan baru.

Selama 3 dekade terakhir, kepedulian terhadap perlindungan lingkungan telah menghasilkan inovasi teknis banyak dalam pemantauan, pengawasan, dan pencegahan polusi. Daripada fokus pada perbaikan teknis terbaru, kami memiliki 2 inovasi kebijakan penting. Greenberg dan Hollander memeriksa difusi program percontohan brownfield Badan Perlindungan Lingkungan di lebih dari 400 pemerintah daerah di Amerika Serikat. Mereka berpendapat bahwa program tersebut telah menjadi inovasi federalis sukses yang diukur dengan tujuan dan difusi geografis yang luas. Abrams laporan tentang keberhasilan nyata dari kampanye New York State antirokok dalam mengurangi paparan asap tembakau lingkungan di tempat kerja.




















PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada tahun tahun 1962, Everett Rogers menggabungkan temuan penelitian arus informasi dengan studi mengenai arus informasi dan pengaruh personal dalam beberapa bidang termasuk antopologi, sosiologi dan pertanian desa. Ia meng embangkan apa yang ia sebut sebagai teori difusi, perpanjangan dari ide Paul Lazarsfeld mengenai arus dua langkah.
Upaya rogers untuk menggabungkan penelitian arus informasi dengan teori difusi sangat sukses sehingga teori arus informasi dikenal sebagai teori difusi informasi (dan ketika teori ini diterapkan kepada difusi selain informasi, yaitu teknologi teori ini disebut sebagai teori difusi inovasi). Rogers menggunakan kedua istilah ini untuk menamai edisi selanjutnya dari buku yang ia tulis.
Rogers mengumpulkan data dari berbagai studi empiris untuk menunjukkan bahwa ketika inovasi teknologi baru diperkenalkan, inovasi tersebut melawati serangkaian tahap sebelum diadopsi secara luas.
Pertama sebagian besar orang menge tahui teknologi tersebut, seringkali melalui informasi di media massa. Kedua inovasi tersebut diadopsi oleh sekelompok kecil inovator yang disebut sebagai pengguna awal. Ketiga, opinion leader belajar dari para pengguna awal ini dan mencoba inovasi ini sendiri. Keempat, jika opinion leader merasa inovasi ini berguna, maka mereka akan mendorong teman-teman mereka-para opinion follower.
Akhirnya setelah sebagian besar orang sudah mengadopsi inovasi ini, sekelompok pengguna akhir  akan melakukan perubahan. Proses ini ditemukan untuk menerapkan sebagian besar inovasi pertanian di Amerika.
Teori difusi informasi/inovasi adalah contoh yang bagus atas kekuatan keterbatasan teori berjakauan menengah. Teori ini sukses menggabungkan banyak penelitian empiris. Rogers menelaah ribuan studi. Teori difusi informasi/inovasi ini memandu penelitian dan memfasilitasi penafsirannya.
Meskipun demikian teori ini memiliki keterbatasan serius. Seperti teori arus informasi dan pemasaran sosial, teori difusi informasi/inovasi adalah teori yang didominasi sumber yang melihat proses komunikasi dari sudut pandang elite penguasa yang telah memutuskan untuk menyebarkan sebuah inovasi atau informasi. Teori ini memperbaiki teori arus informasi dengan menyediakan strategi yang lebih baik untuk mengetahui hambatan penyebaran.
Teori difusi informasi/inovasi memberikan peranan yang sangat terbatas kepada media massa, karena umumnya media massa hanya menciptakan kesadaran akan inovasi baru. Tetapi teori ini memberikan peranan utama untuk berbagai jenis orang yang mengkritik proses difusi.
Media secara langsung mempengaruhi pengguna awal, tetapi orang-orang ini secara umum memiliki cukup informasi dan merupakan pengguna media yang berhati-hati. Para pengguna awal mencoba inovasi dan kemudian memberitahu orang lain mengenai hal tersebut. Mereka secara langsung mempengaruhi opinion leader yang kemudian mempengaruhi semua orang. Agen perubahan juga bagian penting orang yang terlibat dalam difusi ini. Tugas mereka adalah untuk memiliki banyak informasi mengenai inovasi dan memandu orang-orang lain yang ingin berubah.
Rogers menyarankan supaya agen perubahan memimpin upaya difusi, mereka dapat keluar ke komunitas pedesaan dan secara langsung mempengaruhi pengguna awal serta opinion leader. Sebagai tambahan untuk menarik perhatian kepada inovasi, media juga dapat digunakan untuk menyediakan wadah untuk diskusi kelompok yang dipimpin oleh agen perubahan. Strategi penggunaan media ini dibentuk setelah kesuksesan agen perluasa pertanian di wilayah Barat Tengah Amerika.
Teori Rogers sangat berpengaruh besar. United States Agency for International Development (USAID) menggunakan strategi ini untuk menyebarkan inovasi pertanian di negara-negara dunia ketiga. Selama perang dingin pada tahun 1950-an dan 1960-an, Amerika Serikat bersaing pengaruh dengan USSR di negara-negara berkembang.
Harapannya adalah dengan memimpin ”revolusi hijau” dan membantu mereka untuk memberi makan diri mereka sendiri, Amerika Serikat akan mendapatkan dukungan dari negara-negara baru ini. Akan tetapi untuk membantu mereka dalam hal ini, Amerika Serikat perlu meyakinkan petani dan warga desa untuk mengadopsi sejumlah besar inovasi pertanian secepat mungkin. Teori difusi informasi/inovasi milik Rogers ini menjadi panduan latihan untuk upaya tersebut.
Agen perubahan dari seluruh dunia dibawa ke Michigan State University untuk belajar teori dari Rogers. Banyak orang-orang ini kemudian menjadi akademisi di negara mereka masing-masing, dan tidak seperti teori Amerika yang lain teori difusi informasi/inovasi ini menyebar melalui universitas di negara berkembang selama inovasi pertanian tersebar di perladangan. Diberbagai belahan dunia, teori Rogers disamakan dengan teori komunikasi.
Teori difusi inormasi/inovasi mewakili sebuah perkembangan penting atas teori efek terbatas. Seperti penelitian klasik lain pada awal tahun 1960-an, teori ini diambil dari kesimpulan empiris yang ada dan digabungkan ke dalam sebuah perspektif yang medalam dan rasional. Sebagai tambahan untuk memandu perkembangan negara dunia ketiga, teori ini memberikan dasar bagi sejumlah besar komunikasi promosi dan teori pemasaran serta kampanye yang mereka lakukan, bahkan hingga saat ini.
Akan tetapi teori difusi informasi/inovasi ini juga memiliki keterbatasan yang serius. Teori ini memiliki masalah unik yang berakar dari penerapannya. Sebagai contoh teori ini memfasilitasi adopsi inovasi yang terkadang tidak terlalu dimengerti atau diinginkan oleh para pengguna. Misalnya sebuah kampanye untuk membuat para isteri petani di Georgia mengalengkan sayuran, awalnya dianggap sukses besar, sampai ditemukan bahwa sedikit sekali wanita yang menggunakan sayur-sayuran yang dikalengkan tersebut. Mereka menumpuknumpuk botol di dinding ruang tamu mereka sebagai status simbol. Kebanyakan dari mereka tidak tahu resep untuk memasak sayuran yang dikalengkan tersebut dan bagi mereka yang menggunakannya diketahui kemudian bahwa anggota keluarga mereka tidak menyukai rasa sayuran yang dikalengkan tersebut.
Situasi ini mendorong masyarakat desa yang kebanyakan sebagai tenaga kerja tidak terdidik dan terlatih pergi ke kota untuk mencari pekerjaan. Ironisnya di kota pun tenaga kerja dari desa dengan kualifikasi tersebut tidak mendapat tempat. Sehingga banyak diantara mereka yang kemudian terjebak pada situasi sulit dan menjadi kriminal.
3.2 Saran
Jika kita ingin inovasi cepat diadopsi oleh masyarakat, hal pertama yang harus diperhatikan oleh kita adalah difusi apa yang tepat digunakan untuk menyebarkan inovasi. Karena pada dasarnya terdapat perbedaan di masyarakat dalam mengadopsi atau menerima inovasi. Ada sekelompok masyarakat yang cepat dalam menerima inovasi, ada juga yang membutuhkan waktu yang lama untuk menerima suatu inovasi.







BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1.      Wejnert B. Mengintegrasikan model difusi inovasi: suatu kerangka kerja konseptual. Ann Rev Sociol. 2002; 28: 297-326
2.      Blocker JS Jr Apakah larangan benar-benar bekerja? Alkohol larangan sebagai inovasi kesehatan masyarakat. Am J Kesehatan Masyarakat. 2006; 96:233-243. [PMC bebas Artikel] [PubMed]
3.      Gardner MN, Brandt AM. "Pilihannya dokter adalah pilihan Amerika": dokter dalam iklan rokok AS, 1.930-1.953. Am J Kesehatan Masyarakat. 2006; 96:222-232. [PMC bebas Artikel] [PubMed]
4.      Lewis MJ, Wackowski O. Berurusan dengan industri yang inovatif: melihat rokok rasa dipromosikan oleh merek-merek utama. Am J Kesehatan Masyarakat. 2006; 96:244-251. [PMC bebas Artikel] [PubMed]
5.      Des Jarlais D, Sloboda Z, Friedman S, Tempalski B, C McKnight, Braine N. Membandingkan difusi DARE pertukaran jarum suntik dan program. Am J Kesehatan Masyarakat. Dalam pers.
6.      Fajans P, R Simmons, Ghiron L. Membantu sistem sektor publik berinovasi: pendekatan strategis untuk memperkuat kebijakan dan program reproduksi. Am J Kesehatan Masyarakat. Dalam pers.
7.      Dannenberg AL, Bhatia R, Cole BL, et al. Tumbuh bidang penilaian dampak kesehatan di Amerika Serikat: sebuah agenda untuk penelitian dan praktek. Am J Kesehatan Masyarakat. 2006; 96:262-270. [PMC bebas Artikel] [PubMed]
8.      Garland CF, Garland FC, Gorham ED, et al. Peran vitamin D dalam pencegahan kanker. Am J Kesehatan Masyarakat. 2006; 96:252-261. [PMC bebas Artikel] [PubMed]
9.      Greenberg M, Hollander J. coklat-bidang program percontohan Badan Perlindungan Lingkungan. Am J Kesehatan Masyarakat. 2006; 96:277-281. [PMC bebas Artikel] [PubMed]
10.  Abrams SM, Mahoney MC, Hyland A, M Cummings, Davis W, Song L. bukti awal terhadap efektivitas undang-undang udara bersih dalam ruangan di New York State. Am J Kesehatan Masyarakat. 2006, 96: 296-298. [PMC bebas Artikel] [PubMed]

Pages

 
Free Website TemplatesFreethemes4all.comFree CSS TemplatesFree Joomla TemplatesFree Blogger TemplatesFree Wordpress ThemesFree Wordpress Themes TemplatesFree CSS Templates dreamweaverSEO Design